Oleh : Ratih Kumala Dewi
Exploregunung – Respon apa yang pertama kau beri saat kamu membaca CV, dan melihat naik gunung, sebagai aktivitas favorit calon istrimu ini? Mungkin kamu akan terkejut, mungkin ilfill, atau tidak terlalu peduli. Entah apa pun responmu itu, toh pada akhirnya kamu menerimaku sebagai partner hidupmu.
Sayang,
Jika kamu bertanya padaku tentang destinasi liburan kita setelah menikah, mungkin aku akan meminta Rinjani, bukan Bali. Aku lebih memilih tenda kapasitas dua yang kokoh dibandingkan hotel berbintang yang megah. Setelah menikmati puncak bersama, barulah kita berkelana di Senggani, tiga Gili, Pantai Kuta, dan desa adat di Lombok. Jika kamu ingin ke Eropa, aku pasti akan meminta Mont Blank sebagai salah satu destinasi kita.
Ah.. lupakan soal Eropa dan benua lain, karena aku masih jatuh cinta dengan pegunungan di negeri ini. Kamu tahu Semeru sayang? Pastilah, nama gunung ini melejat pesat semenjak sebuah film mengangkatnya dengan begitu sukses. Jika kamu belum pernah ke sana, kamu harus.
Di bulan Juni yang cerah, padang oro-oro ombo menyapa di balik tanjakan cinta, dengan hamparan lavender ungu yang menggoda mata. Tidak kalah romantis dibandingkan Monet’s Garden, Prancis. Tidak sampai Mahameru juga tidak apa, karena menjelajahi Semeru bersamamu lebih kuinginkan dibandingkan menegakkan merah putih di puncak tertinggi Pulau Jawa.
Tapi ini bukan tentang perjalananku, ini adalah tentang perjalanan kita. Jika kamu tidak ingin mendaki gunung bersamaku tidak mengapa, kita masih bisa meyusuri pantai dan menyapa senja bersama. Kalau kamu terlalu sibuk dengan pekerjaanmu, sehingga kita tidak sempat bercengkarama dengan alam, itu juga tidak mengapa. Aku akan membawakan pagi untukmu dalam secangkir kopi. Jika kamu tidak suka kopi tidak mengapa, akan kulukiskan purnama dalam segelas susu. Jika kamu tidak menyukai susu, itu juga tidak mengapa, aku akan membawa kehangatan mentari dalam setiap masakan yang kau sukai.
Tapi my dear, aku akan tetap menyukai bintang yang bertabur bintang tanpa sekat. Aku akan tetap menyukai pelangi di padang savana setelah hujan yang mengguyur semalaman. Aku akan tetap menyukai mata air, pegunungan, embun, edelweiss, daisy. Meskipun ketika sudah bersamamu, aku tidak akan sempat bermain bersama mereka. Tidak mengapa. Tapi, anak-anak kita nanti harus dibesarkan oleh alam dear, bukan oleh kota besar. Anak laki-laki kita harus bisa memanjat pohon, dan bermain di sawah. Anak perempuan kita harus pandai berenang.
Percayalah, alam akan membentuk mereka menjadi pribadi yang mandiri dan berjiwa besar. Saat mereka bisa berbuat baik pada burung perkutut yang terluka, maka mereka akan dengan sangat mudah mencintai sesama. Saat mereka tanpa rasa takut, berani menyapa kuda, bahkan menungganginya, maka mereka juga tak akan pernah takut untuk jatuh. Kau tahu kenapa Sayang? Karena Allah berfirman bahwa Dia menciptakan manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi, amanah yang bahkan semesta ini tak sanggup memikulnya. Maka biarkan anak-anak kita menjalankan amanah itu. Begitu pun kita.
My Dear, aku tidak memiliki keanggunan seorang Ratu, kecantikan seorang putri, atau kedudukan setinggi anak dari orang terpandang. Aku hanyalah aku, seseorang yang mencintai alam. Aku tidak bisa bermain biola, tapi aku bisa menyelam. Aku tidak pandai berdansa, tapi kupikir kita tak butuh itu kan? Aku suka memasak, tapi aku tak bisa memasak makanan Eropa untukmu. Aku benar-benar seorang gadis biasa. Kesederhanaan adalah bagian dari hidupku.
Bahkan meski aku lahir dan dibesarkan di ibukota, aku tetap mencintai pedesaan. Kau tahu kenapa? Karena kesederhanaan itu mengajarkan banyak hal. Dan hal itulah yang kusukai dari suamiku. Kamu yang tetap sederhana, meskipun mungkin kamu adalah orang yang bisa membeli dunia. Kesederhanaan pula yang akan tetap membuatku berada di sampingmu, bahkan di masa-masa terpurukmu sekalipun.
Nah sayang, bagaimana jika kamu juga sama sepertiku? Sama-sama menyukai alam? Kamu pasti bisa menerkanya, bahwa perjalanan menua bersama kita, akan dipenuhi oleh serangkaian petualangan yang tak terlupakan.
Ratih Kumala Dewi
Teknologi Pangan – Institut Pertanian Bogor
Dari FB Komunitas Rimba Pecinta Alam